Friday, February 05, 2016




Terbit di Harian Kompas,  edisi 12 Januari 2016, (hal 6) 


Belajar dari Kasus ”Chiropractic”

Leila Mona Ganiem



Dugaan malapraktik pada kasus Chiropractic First yang menimbulkan korban Allya Siska Nadya mengundang perhatian. Bagaimana perlindungan kepada masyarakat terkait praktik kedokteran? 

Sesungguhnya negara telah menata dengan baik pengaturan praktik kedokteran melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004. 

UU tersebut mengamanahkan dibentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Tugasnya, meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan bersama lembaga terkait dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis. Registrasi dokter bukanlah sekadar pencatatan administratif. 

Dokter yang teregistrasi memperoleh surat tanda registrasi(STR) dari KKI. 
STR bermakna bahwa negara mengakui kompetensi dokter tersebut, memperkenankan yang bersangkutan melakukan praktik kedokteran karena kemampuannya tidak akan mencederai masyarakat. 

Dengan demikian, masyarakat dan dokter aman dan nyaman menjalani peran masing-masing. 
Sistem STR berlaku di berbagai belahan dunia. Tujuannya, satu, perlindungan kepada masyarakat. 

Dokter asing yang datang ke Indonesia juga mengajukan STR kepada KKI. 
Untuk dokter asing, KKI mengecek ke konsil kedokteran negara pemohon untuk memastikan kompetensi dokter dan mengecek apa ada pelanggaran disiplin, etika, serta hukum. 

Profesi ini mewajibkan dokter belajar seumur hidup dan mengikuti perkembangan permasalahan medis. 

Sejak 2005, STR diperpanjang lima tahun sekali. 
Perpanjangan STR diberikan jika dokter telah menunjukkan bukti dirinya meningkatkan kompetensi melalui pelatihan (training), seminar, atau lokakarya (workshop) dalam jumlah tertentu. 

Jika ada dokter yang diduga melakukan malapraktik, masyarakat dapat melapor kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). 

Tanpa memiliki STR, MKDKI tidak berhak menindaklanjuti mengingat dia tidak diakui sebagai dokter di Indonesia. Dengan demikian, akan langsung berhadapan dengan isu pidana. 

Perizinan Klinik Chiropractic First di Pondok Indah Mall tidak memiliki izin. Selain itu, dokternya dipastikan tidak memiliki STR. 

Hingga saat ini, KKI belum pernah memberikan STR kepada dokter asing untuk berpraktik di Indonesia. 
STR yang pernah dikeluarkan KKI adalah STR bagi dokter yang melakukan bakti sosial, menjalani pendidikan di Indonesia, dan alih teknologi. 

Pertanyaannya, bagaimana masyarakat tahu seorang dokter atau dokter gigi sudah memiliki STR? 
Masyarakat dapat mencari informasi dengan mengunjungi kolom isian "Cari Dokter" di situs web KKI, yaitu www.kki.go.id. Nama dokter yang telah teregistrasi akan muncul. 

Masyarakat cerdas Surat izin praktik (SIP) biasa dicantumkan di papan nama dokter. Jika mempunyai SIP, pasti memiliki STR. Regulasi untuk dokter di rumah sakit lebih ketat. Rumah sakit yang mempekerjakan dokter tanpa STR mendapat sanksi berat. 

Belajar dari kasus chiropractic, sudah seharusnya masyarakat cerdas dalam memilih layanan kesehatan dan memahami hak serta kewajibannya. Ada baiknya mencari tahu rekam jejak dokter melalui internet atau rekomendasi dari pihak lain, termasuk perawat, apoteker, atau orang yang pernah mengalami penyakit yang sama. 

Masyarakat Indonesia sebaiknya tidak segera kagum dengan dokter asing yang ramah. Kabarnya, dokter Randall yang memeriksa korban tengah menjalani sanksi disiplin di negaranya. 

Mengecek rekam jejak dokter dari konsil kedokteran di negara kebangsaan dokter tersebut juga dapat dilakukan. 

Ada baiknya pasien memilih metode yang sudah dikenal. 
Pelayanan medis diterapkan melalui serangkaian proses penelitian berkesinambungan sebelum diterima secara umum. Pengobatan yang belum dikenal lebih berisiko. 

Jika memilih pendekatan baru atau pengobatan tradisional, pastikan informasinya cukup. 

Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, praktik chiropractic bukan termasuk pengobatan modern yang diakui kedokteran Indonesia. 

Testimoni dengan pesan yang menggiurkan, apalagi diproduksi internal dari klinik, bukanlah referensi yang pasti kredibel. Kementerian Kesehatan, KKI, dan Komisi Penyiaran Indonesia mengatur dengan tegas promositerkait praktik kedokteran. 

Sebelum menegakkan diagnosis, dokter yang baik akan berhati-hati. Itulah mengapa pasien perlu sabar, aktif bertanya, dan mau menjalani saran yang diberikan dokter. 

Banyak pasien menolak ketika tindakan medis dianggap memberatkan, misalnya operasi. Akibatnya, pasien memilih pendekatan lain, seperti pengobatan alternatif. 

Sebaiknya yakinkan diri apakah benar pengobatan itu terbaik untuk kesembuhan bahkan keselamatan diri. Untuk menguatkan keyakinan diri dalam membuat keputusan, tanyakan pendapat dokter lain (second opinion)tentang diagnosis penyakit agar memiliki pilihan. 

Pelajaran lain yang berharga dari kasus ini terkait regulator adalah pentingnya harmonisasi dan koordinasi antara semua pemberi izin, yaitu kementerian atau dinas pariwisata, perdagangan, kesehatan, dan KKI. 



Leila Mona Ganiem 
Komisioner Konsil Kedokteran Indonesia, Perwakilan Masyarakat 

Bagi Pahlawan Kesehatan