Leila Mona Ganiem
Minggu 24 October 2010
Sahabat saya, Ika,
menulis email berisi doanya seperti ini...
"Oh Tuhan, hantarkan diri hamba agar tidak selalu terganggu
dengan provokasi yang menyakitkan yang membuat hamba
merasa benci pada kaki dan perut hamba"
Faktor stimulusnya banyak.!
Bombardir media, teman, fashion model yang mengatakan 'mereka tahu'
sosok ideal tubuh perempuan itu seperti apa,
Hingga perusahaan kosmetik yang sok tahu dengan krim memperkuat pertahanan alami kulit
karena tekanan kerja, kelelahan, usia dan persoalan hidup lainnya.
Kemarahannya memang menghentak kesadaran saya.
Lalu kami diskusi.
Menurut saya tampilan agar indah, membuat nyaman dan bangga dengan diri sendiri,
serta menyenangkan lingkungan, perlu dalam hidup kita.
Ada sebuah konsep yang melegakan
"terimalah dirimu karena itu akan menjadi milikmu seumur hidupmu"
Namun tanpa upaya apapun, menerima proses alami yang perlahan hadir...
adalah sebuah kenaifan.
Analoginya adalah,
jika kita bisa membenahi rumah kita agar tampak nyaman,
mendekorasi kembali, mengecat dan memasang gambar
serta bunga indah yang kita mampu miliki,
kenyamanan dirumah akan lebih kita nikmati.
Kecantikan adalah seni.
Kita bisa menatanya seperti seorang arsitek, designer, pelukis, pemahat, perias.
Ini mengenai proporsi. Ini juga mengenai waktu, dan kemauan...
Bisakah kita menyempatkan waktu sekilas menikmati sela produktif dalam berkarya
untuk menyamankan diri dan orang yang kita cintai?
"Negosiasinya begini", kata saya pada Ika,
"bagaimana jika kita nikmati diri, terima keindahannya yang sempurna dari Tuhan,
lalu kita merawat dan menatanya dengan seni...
semua dapat berjalan sebagai fun moment"
Tidak perlu senantiasa sibuk dengan meningkatkan ketelitian
mencari bagian mana yang perlu permak.
Butuh biaya besar dan waktu sangat banyak agar selalu
seperti Krisdayanti atau Julia Robert.
Perut yang menggelambir karena usia atau melahirkan adalah proses alami yang indah...
menerima bagian tubuh itu adalah fitrah yang sangat manusiawi.
Kaki yang lebar dan kerutan disudut mata dan bibir adalah
refleksi kematangan, kebijaksanaan dan keindahan....
Tak mungkin kulit seseorang akan senantiasa seperti bayi.
Tak adil jika kita mendamba raut dan keranuman remaja
sementara kita menikmati masa guna yang lebih panjang.
Namun sekali lagi marilah kita merawatnya dengan cinta...
menikmatinya sebagai hobbi....semangat menikmati seutuhnya...
Tanpa beban, tanpa pemujaan berlebih pada sosok model
yang mengaburkan keindahan bentuk diri,
tanpa ketakutan pada umur,
tanpa lelah dan marah pada simbol-simbol yang setiap menit
dimunculkan didepan kita oleh para pekerja kreatif dari multinasional corporation.
Hidup adalah pilihan...
dari pilihan tersebut, mari kita pilih terbaik.
Mencintai kaki kita apapun bentuknya,
menerima rambut kita yang kian meng-abu,
berdamai dengan apapun reaksi kulit atas alam...
namun senantiasa merawat dan menatanya dengan riang...
Terima kasih Ika, atas curhat yang mencerahkan...
1 comment:
Good post prof.
Post a Comment